Harga Minyak Dunia Meroket, Imbas Ketatnya Pasokan Akibat Sanksi Rusia, Kerusuhan Libya dan Ekuador
JAKARTA - Harga minyak dunia meroket, Selasa, imbas dari semakin ketatnya output produksi akibat sanksi terhadap Rusia, serta kerusuhan yang terjadi di Libya. Kedua hal itu melampaui kekhawatiran terhadap turunnya permintaan imbas lockdown di China.
Mengutip laporan Reuters, Senin 4 Juli 2022 atau Selasa 5 Juli 2022 dini hari WIB, harga minyak dunia meroket, termasuk minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional yang mengalami kenaikan USD2,26, atau 2 persen, menjadi USD113,89 per barel.
Sementara, harga minyak dunia meroket untuk minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) AS, naik USD2,20, atau 2 persen, menjadi USD110,63 per barel, dalam volume yang tipis selama liburan Hari Kemerdekaan Amerika.
Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) gagal memenuhi target untuk meningkatkan output pada Juni, hal itu memicu kekhawatiran bahwa harga minyak dunia meroket tak bisa dihindari.
Di Libya, salah satu anggota OPEC, pihak berwenang menyatakan force majeure di pelabuhan Es Sidr dan Ras Lanuf serta ladang minyak El Feel, Kamis. Mereka mengonfirmasi output minyak turun 865.000 barel per hari. Hal ini juga memicu harga minyak dunia meroket.
Sementara itu, produksi Ekuador terpukul kerusuhan lebih dari dua minggu yang menyebabkan negara itu kehilangan hampir 2 juta barel produksi, kata BUMN Petroecuador. Lagi-lagi, hal ini juga berdampak pada harga minbyak dunia meroket.
Menambah potensi tekanan pada pasokan, aksi mogok minggu ini di Norwegia dapat memotong pasokan dari produsen minyak terbesar di Eropa Barat itu, dan mengurangi output minyak secara keseluruhan sekitar 8 persen.
"Latar belakang penurunan pasokan yang meningkat ini bertabrakan dengan kemungkinan kekurangan kapasitas produksi cadangan di antara produsen minyak Timur Tengah," kata Stephen Brennock, analis PVM, merujuk pada kemampuan terbatas produsen untuk memompa lebih banyak minyak.
"Dan tanpa produksi minyak yang baru mencapai pasar, segera, harga akan dipaksa bergerak lebih tinggi."
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Senin, meminta kelompok produsen OPEC Plus untuk memproduksi lebih banyak minyak guna mengatasi krisis biaya hidup.
Tahun ini, Brent mendekati rekor tertinggi 2008 sebesar USD147 per barel setelah invasi Rusia ke Ukraina menambah kekhawatiran pasokan.(fin.co.id)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: