Tegas! Negara Ini Sangat Anti LGBT, Sampai Bisa Hukum Mati Bagi Pelaku

Tegas! Negara Ini Sangat Anti LGBT, Sampai Bisa Hukum Mati Bagi Pelaku

--

PRABUMULIHPOS - Uganda sebuah negara di bagian Afrika Timur yang sangat menolak keras adanya LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) di Negara mereka. Bahkan, bisa memberikan sanksi hukuman mati bagi para pelaku.

Baru baru ini Uganda baru saja mengesahkan Undang-Undang Anti LGBT termasuk Queer (LGBTQ) sebagai payung hukum. Tujuannya untuk memberantas keberadaan perilaku yang dinilai menyimpang bagi mereka.

Dengan disahkannya UU anti LGBT ini, membuat negara yang dijuluki Mutiara Afrika itu benar-benar menolak terhadap perilaku yang dilarang agama tersebut.

Padahal negara dengan sistem pemerintahan Republik Semi Presidensial itu bukanlah merupakan negara dengan penduduk yang bermayoritaskan beragama Islam.

Pelaku LGBT di Uganda mau tak mau harus angkat kaki dari negaranya jika tidak ingin menerima sanksi tegas. Tak main-main, sanksi yang diberlakukan cukup berat, mulai dari hukuman penjara hingga hukuman mati.

UU anti LGBT di Uganda memberlakukan hukuman mati bagi perilaku jika sampai menularkan penyakit seperti HIV/AIDS melalui hubungan sesama jenis. Dan hukuman 20 tahun penjara bagi siapa yang mempromosikan hubungan sejenis.

Negara yang dipimpin oleh Yoweri Museveni sebagai Presiden ini Bermayoritaskan pemeluk agama Nasrani sebesar 82 persen dari sekira 46 juta populasi penduduknya sejak 2014 silam. Sementara pemeluk Islam hanya 13,7 persen. Sisanya sebagian kecil menganut agama lokal, animisme dan dinamisme.

UU Anti LGBT Disahkan, Komunitas LGBTQ Ketakutan

Meski Tegas, rupanya Sejumlah pihak menolak keras dengan disahkannya UU anti LGBT di Negara Uganda. Pasalnya, UU tersebut menimbulkan rasa ketakutan bagi para pelaku menyimpang, hal ini disampaikan langsung Ketua Parlemen Uganda Anita Among.

Anita menjelaskan, banyak para pelaku LGBTQ menutup akun media sosial (medsos) nya serta pergi dari rumah tempat tinggal untuk mencari perlindungan. Bahkan, ada yang berencana untuk meninggalkan negaranya dan ingin pergi ke luar negeri.

“Presiden Uganda telah melegalkan homofobia dan transfobia yang disponsori oleh negara. Ini adalah hari yang sangat menyedihkan dan kelam bagi komunitas LGBTQ,” ujar aktivitas HAM Uganda Clare Byarugaba.

Juga ada aktivis lainnya yang bertekad untuk melawan UU tersebut. Namun, Presiden Uganda mendesak anggota parlemen untuk melawan tekanan negara imperialis. UU anti LGBT 2014 yang lebih lunak sempat dicabut oleh pengadilan karena alasan prosedural setelah pemerintah Barat menangguhkan berbagai bantuan, memberlakukan pembatasan visa dan dan mengurangi kerja sama keamanan.

Uganda menerima bantuan senilai miliaran dolar dari luar negeri setiap tahun. Dengan adanya pemberlakuan UU baru tersebut, Uganda bisa saja menghadapi sanksi yang lebih berat. Sebut saja Dampak terbaru dari UU tersebut yaitu ditolaknya permohonan visa ke Amerika Serikat bagi Ketua Parlemen Uganda Anita Among. Menanggapi hal tersebut, Among dan Kedutaan Besar AS di Uganda belum berkomentar.

Sampai Dapat Kecaman dari Gedung Putih

Gedung Putih AS mengecam rancangan UU anti LGBT saat pertama kali diajukan pada Maret lalu. Pemerintah AS menyatakan akan meninjau kembali implikasinya terhadap kegiatan PEPFAR – sebuah program di Uganda.

PEPFAR sendiri memuat dana global untuk memerangi AIDS, tuberkulosis, malaria dan program bersama PBB untuk HIV/AIDS, UU anti LGBT akan membuat program anti HIV di Uganda menjadi kacau balau.

“Berdasarkan data kami, undang-undang tersebut berlawanan dengan kepentingan kemajuan ekonomi dan kesejahteraan seluruh rakyat Uganda,” ujar Bos Open For Business Dominic Arnall. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: